Senin, 14 Juli 2008

SEKILAS TENTANG CELURIT ASLI MADURA

A. CELURIT (AREK=B.MADURA)

Bagi masyarakat madura, CLURIT atau CELURIT tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga saat ini. Senjata tradisional ini memiliki bilahnya berbentuk melengkung bentuk bilah inilah yang menjadi ciri khasnya. Senjata tradisional indonesia lainnya hanya ada beberapa jenis senjata yg memiliki bilah melengkung diantaranya adalah kerambit ( sumatra ), arit ( jawa ), kujang ( jawa barat).

B. SEJARAH dan MITOS

Clurit diyakini berasal dari legenda pak Sakera / Sakerah, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan belanda. Beliau dikenal tak pernah meninggalkan celurit dan selalu membawa / mengenakannya dalam aktifitas sehari- hari, dimana saat itu digunakan sebagai alat pertanian / perkebunan. Beliau berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Pak sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah,Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Kota Bangil. Atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.
Tindakan penjajah tersebut memimbulkan kemarahan orang-orang madura, dan mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan senjata andalan meraka adalah celurit. Sehingga celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.

C. CAROK

- Mon ta’ bangal acarok ja’ ngako oreng Madura
(Jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku sebagai orang Madura).

- Oreng lake’ mate acarok, oreng bine’ mate arembi
(laki-laki mati karena carok, perempuan mati karena melahirkan).

-Ango’an poteya tolang etembang poteya mata
(lebih baik berputih tulang [mati] daripada berputih mata [menanggung malu]).

"Carok merupakan berduel secara ksatria satu lawan satu dengan menggunakan celurit sebagai senjata tajamnya. Carok biasa dilakukan ketika seseorang merasa dipermalukan dan harga dirinya dilecehkan. Maka, penyelesaian yang terhormat adalah dengan melakukan duel / bertarung."
Bagi lelaki Madura, seorang istri adalah simbol keberadaan dirinya. Sehingga gangguan terhadap istrinya berarti pelecehan atas keberadaannya sebagai laki- laki dan merupakan bentuk pelecehan paling menyakitkan bagi lelaki Madura. Namun demikian, carok hanya terjadi bila perasaan malu itu memang berasal dari perbuatan orang lain, bukan karena perbuatannya sendiri.
Bagi orang Madura, ini adalah masalah prinsip yang tak bisa ditawar lagi. Lebih baik mati daripada hidup menanggung malu dilecehkan. Dengan alasan untuk membela kehormatan itulah, maka orang yang melakukan carok, dianggap bagai pahlawan oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Orang yang mengalahkan lawannya saat carok, dan lolos dari kematian, dianggap sebagai oreng jago atau jagoan. Orang seperti ini, yang kemudian akan mendapat julukan sebagai oreng blater bila dilakukan secara ksatria (ngonggai) bukan menikam musuh dari belakang (nyelep)
Jika ada lelaki menganiaya perempuan sampai tewas tidak bisa disebut carok. Seorang lelaki penakut (tako’an) akan diledek sebagai keturunan dari manusia yang tidak memiliki empedu. Kaum perempuan pun biasanya menyindir tako’an dengan ungkapan, ’’Sayang, saya perempuan, andai memiliki buah zakar sebesar cabai rawit saja aku akan melakukan carok.’’
Celurit (are’ takabuwan) merupakan senjata favorit dalam tindakan carok. Celurit sangat efektif untuk membunuh mengingat bentuknya yang melengkung laksana tubuh manusia. Jika celurit diayunkan maka seluruh bagian permukaannya yang tajam bisa memperparah efek sabetan pada bagian tubuh yang rentan kematian seperti perut, leher, dan kepala.
Sejak dekade 70-an, carok telah mengalami pembengkokan makna. Dari mekanisme penegakan harga diri menuju ritus balas dendam dan penyaluran agresi semata- mata. Berbeda dengan suku Bugis yang memiliki resolusi konflik (maddeceng atau mabbaji) buat mencegah ritual balas dendam dan memutus mata rantai kekerasan.

D. JENIS & UKURAN CELURIT

Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi :
- clurit kembang turi
- clurit wulu pitik/bulu ayam
Sedangkan ukuran clurit dikenal dg ukuran 5 ( paling kecil ) sampai ukuran 1 (paling besar )

E. STRUKTUR CELURIT

Umumnya clurit memiliki hulu (pegangan/gagang) terbuat dari kayu, adapun kayu yang digunakan cukup beraneka ragam diantaranya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Pada ujung hulu terdapat tali sepanjang 10-15 cm yang berguna untuk ngegantung / mengikat clurit. Pada bagian ujung hulu biasanya terdapat ulir / cerukan / cungkilan sedalam 1 -2 cm.
Sarung clurit terbuat dari kulit, biasanya berasal dari kulit kebo yg tebal atau kulit sapi serta kulit lainya. Sarung Kulit dibuat sesuai dengan bentuk bilah yang melengkung, dan mimiliki ikatan pada ujung sarung dekat dg gagang sebagai pengaman. Sarung clurit hanya dijahit 3/4 dari ujung clurit, agar clurit dapat dengan mudah dan cepat di tarik / dicabut dari sarungnya. Umumnya sarung dihiasi dengan ukiran / ornamen sederhana.
Bilah Clurit menggunakan berbagai jenis besi, untuk yang kualitas bagus biasanya digunakan besi stainless, besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bilah Clurit miliki ikatan yg melekat pada gagang kayu serta menembus sampai ujung gagang. Sebagaian dari clurit juga di buat ulir setengah lingkaran mengikuti bentuk bilahnya. Terkadang pada bilahnya terdapat ornamen lingkarang sederhana sepanjang bilah clurit.

F. PROSES PEMBUATAN

Sebelum mengerjakan sebilah celurit, Pandai besi biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, dilakukan ritual kecil di bengkel pande besi. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di musala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini Kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit- sakitan. Hingga kini, tombuk atau bantalan menempa besi pantang dilangkahi terlebih diduduki oleh orang.
Hal pertama yang selalu dilakukan dalam pembuatan , adalah memilih besi yang diingginkan. Untuk clurit berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit di gerinda dan haluskan bilahnya. Setelah dimasukkan / ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Dan diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terahir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kebo/sapi dan telah diukir/tatah, dimana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Untuk membuat clurit yang berkualitas terbaik membutuhkan waktu 2 sapai 4 minggu.

G. CELURIT dan PENCAK SILAT

Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang mengajarkan cara menggunakan celurit. Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya. Dimana perguruan silat menggajarkan tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pemain silat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.

Editor: Arix Leo Boys

FENOMENA PLAGIARISME DI KALANGAN MAHASISWA

A. PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia beberapa tahun belakangan ini mulai terjangkiti budaya instan. Budaya ini menginginkan segala sesuatu dilakukan dengan cepat sehingga diperoleh hasil yang instan. Budaya instan ini telah menjangkiti hampir seluruh lapisan masyarakat mulai dari rakyat biasa hingga pejabat tinggi. Cakupan budaya instan ini mulai dari makanan hingga penerbitan ijazah palsu. Hal ini tidak hanya mempengaruhi pola hidup masyarakat, tetapi juga membawa pengaruh negatif terhadap kemajuan bangsa Indonesia.

Plagiarisme merupakan salah satu contoh dari budaya instan. Fenomena plagiarisme telah menjamur di berbagai bidang. Hal yang paling menyedihkan adalah praktik plagiarisme di bidang pendidikan. Para pelaku dunia pendidikan yang notabene adalah orang yang berpendidikan, yang pernah mengenyam bangku sekolah, hendaknya menjadi perintis usaha pemberantasan plagiarisme. Namun kenyataannya, plagiarisme menjadi kegiatan yang mudah untuk dijumpai dalam masyarakat. Praktik plagiat yang dimulai dari mencontek pekerjaan rumah hingga menjiplak tugas akhir sebagai mahasiswa yaitu skripsi dan tesis. Sekarang ini jasa penyusunan skripsi dan tesis telah menjamur di kota – kota besar, seperti Jakarta, Surabaya bahkan Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pelajar.

Apabila disadari betul, sesungguhnya tidak ada keuntungan yang didapat dari praktik plagiat ini. Yang ada hanyalah kerugian bagi plagiator dan orang yang menciptakan karya orisinil. Kalaupun ada yang merasa untung, seseorang tersebut hanya akan merasa untung sesaat dari suatu kebohongan yang telah ia lakukan. Dampak yang jelas akan tewujud yaitu kemerosotan moral bangsa.

Dalam kesempatan ini, penulis membuat makalah ini sebagai wujud keprihatinan penulis dan sebagai rasa penyesalan penulis terhadap fenomena plagirisme. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang praktik plagiarisme di kalangan mahasiswa, faktor penyebab serta beberapa saran untuk mencegah perkembangan plagiarisme. Semoga apa yang penulis sampaikan dapat mencerahkan hati dan menjernihkan pikiran mahasiswa pada umumnya serta penulis pada khususnya. Sehingga sedikit demi sedikit dapat menghilangkan praktik plagiarisme.

B. PEMBAHASAN

Menjadi seorang mahasiswa tidak bisa lepas dari yang namanya tugas, mulai dari pekerjaan rumah hingga skripsi bagi mahasiswa strata 1 dan tesis bagi mahasiswa pascasarjana. Dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen, karya ilmiah, mahasiswa tentu saja membutuhkan beberapa referensi baik dari buku, koran, maupun dari internet. Referensi – referensi ini seharusnya dijadikan sebagai materi pelengkap ataupun sebagai keterangan tambahan yang digunakan untuk memperkuat gagasan yang dibuat oleh mahasiswa. Tetapi entah mengapa, disadari atau tidak mahasiswa seringkali menggunakan refernsi tersebut sebagai isi dari makalahnya tanpa mencantumkan sumber kutipannya. Tindakan inilah yang disebut sebagai plagiat.

Istilah plagiat muncul karena adanya usaha pengakuan karya orang lain menjadi karya si plagiator. Pernyataan ini sesuai dengan pengertian plagiat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. ”Plagiat ialah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah – olah karangan sendiri. Plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta.” Senada dengan pengertian plagiat dan plagiarisme yang tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Oxford Dictionary juga dijelaskan bahwa plagiarisme merupakan suatu kegiatan menyalin karya orang lain dan mengakuinya sebagai karya sendiri. Plagiarize is copy another person’s work, ideas, words, etc and pretend that they are your own.

Praktik plagiarisme di dunia pendidikan merupakan sebuah pukulan keras yang pasti akan merusak citra dan menodai reputasi dunia pendidikan. Praktik ini dilakukan oleh orang – orang yang berkecimpung di dunia pendidikan mulai dari peserta didik hingga pejabat yang memalsukan ijazah. Fenomena ini seakan telah berkembang dan menjadi trend dikalangan masyarakat. Bagaimana tidak? Praktik plagiarisme yang semakin hari semakin menjamur hampir di seluruh lapisan masyarakat tidak bisa lepas dari adanya dukungan yang memfasilitasi praktik tersebut. Masyarakat tidak dapat memungkiri adanya jasa penyusunan skripsi dan tesis telah memperlancar praktik plagiarisme.

Masyarakat, khususnya mahasiswa, hendaknya menyadari bahwa kebiasaan memplagiat pekerjaan orang lain justru akan merugikan diri sendiri dan orang yang mempunyai karya itu. Disadari atau tidak, tindakan ini akan membuat pikiran mahasiswa terbelenggu oleh pekerjaan orang tersebut. Kebebasan berpikir dan mengeluarkan ide – ide terasa semakin sulit. Selain itu tidak ada lagi penghargaan terhadap karya orisinil karena lunturnya moral mahasiswa. Hasil karya yang monoton akan semakin banyak dijumpai dan sulit untuk menemukan karya yang lebih baik bila praktik plagiarisme masih terus berlanjut.

Meskipun telah nampak berbagai dampak negatif dari plagiarisme, namun pada kenyataanya plagiarisme masih tetap ada di lingkungan akademis. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan – pertanyaan besar seperti faktor apa yang menyebabkan plagiarisme masih tetap berlangsung di lingkungan mahasiswa? Lalu adakah upaya untuk memberantasnya?

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan plagiarisme masih terjadi di kalangan mahasiswa adalah:

1. Kurangnya pengetahuan tentang aturan penulisan karya ilmiah.

Dosen seringkali memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk membuat tulisan karya ilmiah, seperti makalah. Dalam membuat karya tersebut tidak jarang mahasiswa memerlukan beberapa referensi untuk melengkapi tugas mereka. namun dalam praktiknya, mereka tidak hanya sekedar menjadikannya referensi, tetapi mereka juga menjadikannya sebagai isi dari tugas mereka. Mereka tidak mencantumkan sumber dari referensi tersebut. Bahkan bukan tidak mungkin seorang mahasiswa melakukan copy – paste pekerjaan temannya atau seniornya.

Kurangnya pengetahuan mereka tentang tata cara penulisan karya ilimiah merupakan suatu penyebab terjadinya plagiarisme atau copy – paste. Referensi yang hanya sebagai penguat gagasannya hendaknya dia mencantumkan sumber referensi tersebut sebagai penghargaan terhadap orisinalitas sebuah karya tulis. Karena minimnya pengetahuan mahasiswa tentang cara penulisan karya ilmiah, dia tidak mencantumkan sumber dari referensi tersebut sehingga secara tidak sadar dia telah melakukan plagiarisme.

2. Penyalahgunaan tehnologi.

Kemajuan tehnologi telah memperkenalkan internet kepada mahasiswa. Di dalam internet inilah mahasiswa mendapatkan kemudahan untuk memperoleh referensi. Seorang mahasiswa yang hendak mencari referensi tinggal mengetik ”kata kunci” dan beberapa saat kemudian referensi – referensi yang di inginkan muncul dalam layar monitor.

Kemudahan – kemudahan dalam mengakses internet inipun tidak jarang disalahgunakan oleh mahasiswa. Tanpa berpikir panjang, mahasiswa melakukan copy – paste tanpa mencantumkan sumber copy-an dari referensi tersebut. Bahkan tidak jarang mahasiswa mengumpilkan tugas dari hasil copy –paste tanpa adanya pengeditan terlebih dahulu.

3. Malas.

Sifat malas merupakan sifat manusiawi, tak terkecuali bagi mahasiswa. Mahasiswa menjadi jenuh dan malas karena selalu dihadapkan dengan tugas yang menumpuk. Tugas dari berbagai mata kuliah tidak jarang mempunyai deadline yang hampir bersamaan. Hal ini tentu saja membuat mahasiswa kurang optimal mengerjakan tugasnya. Tidak jarang pula mahasiswa mengerjakan tugas dengan jalan pintas. Berdalihkan keterbatasan waktu, mahasiswa melakukan copy – paste atau plagiarisme dari pekerjaan teman ataupun hasil browsing di internet.

4. Tidak percaya diri

Ketidakpercayaan diri juga merupakan faktor penyebab dari plagiarisme. Mahasiswa seringkali merasa takut untuk mengeluarkan ide – idenya karena kurangnya rasa percaya diri. Mereka beranggapan bahwa ide – ide mereka tidak layak ataupun tidak dapat diterima oleh publik. Mereka menilai hasil kutipan atau plagiat adalah karya yang sempurna. Padahal hal itu belum tentu benar. Tanpa menuangkan ide – ide mereka yang orisinil dan memperlihatkannya pada publik, mereka tidak akan pernah tahu apakah ide mereka itu bagus atau tidak.

5. Hanya menginginkan nilai bagus

Apakah tujuan dari mahasiswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen? Kebanyakan dari mereka pasti menginginkan nilai yang bagus. Penulis sendiri juga pernah berasumsi seperti itu. Terkadang dosen memberikan tugas karya ilmiah dengan memberi batas minimal referensi yang harus digunakan. hal ini tentu saja menimbulkan asumsi pada diri mahasiswa yaitu semakin banyak referensi maka mereka akan mendapat nilai semakin bagus. Mahasiswapun berlomba – lomba untuk memperoleh referensi yang bagus untuk dijadikan isi dari karya mereka. Demi memperoleh nilai bagus, mahasiswa melakukan plagiarisme. Mereka hanya mengutamakan nilai bagus tanpa berpikir dampaknya.

6. Sanksi belum ditegakkan secara tegas

Dalam dunia pendidikan di Indonesia, upaya perlindungan terhadap hak paten dari suatu karya ilmiah masih sedikit. Penegakan hukum terhadap tindakan plagiat suatu karya ilmiah juga masih lemah. Kalaupun ada yang sering terkena hukuman adalah mahasiswa yang ketahuan melakukan plagiarisme. Sedangkan bagi orang yang menawarkan jasa penyusunan dan penjualan skripsi serta tesis masih sering lepas dari jerat hukum. Sehingga penjiplakan suatu karya ilmiah masih sangat mudah untuk dilakukan. Bahkan untuk mengetahui keaslian dari karya tulis tersebut sangat sulit dilakukan. Oleh sebab itu plagiarisme sulit diberantas.

Melihat dari faktor – faktor yang menyebabkan plagiarisme tetap berlangsung di kalangan mahasiswa, ada beberapa hal yang harus diperhatin untuk mengurangi plagiarisme tersebut, yaitu:

1. Mempelajari tata cara penulisan karya ilmiah

Mahasiswa dapat memanfaatkan tehnologi untuk mempelajari tata cara penulisan suatu karya ilmiah yang benar. Mahasiswa dapat mengakses situs VAIL. Situs ini dapat memberikan suatu bimbingan tentang bagaimana cara menulis suatu karya ilmiah yang benar tanpa adanya plagiarisme. Penulis juga mernah melakukan plagiarisme. Dosen penulis, Dr. Gunawan, memberitahukan tentang adanya situs, VAIL, yang dapat dijadikan bahan pembimbing menulis secara orisinal. Setelah membaca apa yang ada dalam situs VAIL tersebut, penulis sadar bahwa plagiarisme merupakan tindakan yang tidak baik. Karena itulah penulis berusaha untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.

2. Tindakan yang tegas bagi para pelaku plagiat

Tindakan plagiarisme yang menjamur di kalangan mahasiswa hendaknya menjadi cambuk bagi masyarakat pendidikan. Penegak hukum hendaknya memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku plagiarisme. Hal ini dilakukan agar para pelaku tersebut jera dengan perbuatan mereka. Penegak hukum dan masyarakat hendaknya menyadari bahwa plagiarisme hanya akan membawa keterpurukan bangsa.

3. Menanamkan moral pada masing – masing pribadi

Penanaman moral mempunyai peran penting dalam pemberantasan plagiarisme. Apabila dalam diri mahasiswa telah tertanam moral yang baik maka kenginginan untuk melakukan plagiarisme akan sirna. Seorang mahasiswa yang bermoral baik pasti akan menghargai hasil karya orang lain. Penghargaan terhadap orisinalitas sebuah karya juga merupakan suatu wujud dari kejujuran mahasiswa tersebut.

4. Meluruskan tujuan mengerjakan tugas

Mahasiswa hendaknya mempunyai pandangan ke depan. Mereka hendaknya meluruskan tujuan mereka dalam mengerjakan tugas. Mereka harus meyakini bahwa apa yang mereka kerjakan akan bermanfaat pada suatu saat. Dalam mengerjakan tugas pun mereka harus menikmati prosesnya, sebab nilai yang bagus bukanlah tujuan akhir dari sebuah tugas yang diberikan oleh dosen.

C. PENUTUP

Di Indonesia, praktik plagiarisme di dunia pendidikan sudah semakin memprihatikan. Mahasiswa yang diharapka dapat memajukan bangsa tidak jarang menjadi pelaku plagiarisme. Dilihat dari segi manapun, plagiarisme hanyalah upaya pembodohan generasi penerus bangsa. Para pelakunya tidak akan mendapat keuntungan yang menjanjikan. Hendahnnya mahasiswa sadar akan bahaya dari plagiarisme. Potensi yang ada dalam diri mereka hendaknya mereka kembangkan secara optimal.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan plagiarisme masih terjadi di kalangan mahasiswa adalah:

1. Kurangnya pengetahuan tentang aturan penulisan karya ilmiah.

2. Penyalahgunaan tehnologi.

3. Sanksi belum ditegakkan secara tegas

4. Hanya menginginkan nilai bagus

5. Tidak percaya diri

6. Kemalasan pada diri mahasiswa.

Melihat dari faktor – faktor yang menyebabkan plagiarisme tetap berlangsung di kalangan mahasiswa, ada beberapa hal yang harus diperhatin untuk mengurangi plagiarisme tersebut, yaitu:

1. Mempelajari tata cara penulisan karya ilmiah

2. Tindakan yang tegas bagi para pelaku plagiat

3. Menanamkan moral pada masing – masing pribadi

4. Meluruskan tujuan mengerjakan tugas

Untuk memberantas plagiarisme diperlukan adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan penegak hukum.

Editor: Arix Leo Boys

Dinamika Proses Belajar

Oleh Drs. SUKMANA
KEWAJIBAN pokok pelajar yaitu belajar. Belajar dengan rajin dan tekun, baik di rumah maupun sekolah. Belajar di sekolah, jadwalnya sudah jelas dan pasti. Waktu dan mata pelajaran yang harus dipelajari sudah ditetapkan sesuai dengan kurikulum. Sedangkan belajar di rumah waktunya lebih leluasa dan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pelajar masing-masing.
Belajar merupakan usaha sadar yang dilakukan individu atau manusia untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku hasil belajar bersifat positif. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi terampil dan lain-lain. Di samping itu, hasil belajar tidak hanya menyangkut pengetahuan, tetapi juga berkaitan dengan sikap dan keterampilan.
Di kalangan pelajar banyak yang beranggapan, belajar sama atau identik dengna menghafal. Padahal tidak demikian. Menghafal merupakan salah satu bagian dari kegiatan belajar secara keseluruhan. Jadi, masih banyak kegiatan lain - selain menghafal - yang termasuk proses belajar.
Untuk itu, pelajar harus memahami dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar. Dengan demikian, diharapkan pelajar dapat mencapai hasil atau prestasi belajar yang baik. Jadi, belajar tidak cukup hanya menghafal.
**
BELAJAR sebagai proses yang dinamis, ada beberapa kegiatan yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh pelajar, antara lain, pertama, memerhatikan penjelasan guru atau mengikuti pelajaran di kelas. Selama proses belajar-mengajar di kelas, dituntut konsentrasi dalam mengikuti pelajaran. Perhatian di pusatkan kepada apa yang sedang diterangkan oleh guru. Jadi, pada saat guru menerangkan, pelajar tidak boleh ribut atau berbuat hal-hal yang dapat mengganggu proses belajar-mengajar. Pelajar yang baik tentu akan mengikuti pelajaran dengan sebaik-baiknya.
Kedua, mengajukan pertanyaan kepada guru. Apa yang dijelaskan oleh guru, kadang-kadang kurang dipahami. Oleh karena itu, pelajar hendaknya bertanya kepada guru apabila pelajaran belum dimengerti. Dalam bertanya harus jelas, dalam ahal apa saja atau materi mana yang belum dipahami tersebut. Dalam hal ini pelajar jangan sampai malu bertanya kepada guru.
Ketiga, menjawab pertanyaan guru. Setelah guru selesai menerangkan, biasanya ia mengajukan beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh siswa. Di sini pelajar harus berani mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban yang diberikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pelajar dalam belajar. Dengan kata lain, jawaban merupakan tingkat keberhasilan pelajar dalam belajar.
Keempat, membuat catatan, merangkum atau meringkas bahan pelajaran. Catatan hendaknya dibuat dengan singkat, jelas, rapi, dan menarik agar enak untuk dibaca kembali. Catatan ini penting dimiliki oleh pelajar supaya pada saat lupa dapat melihat buku catatan. Tentu saja membuka buku catatan tidak pada waktu ulangan atau ujian, tetapi pada saat menghafal.
Kelima, membaca dan menghafal pelajaran atua buku wajib/paket. Pelajaran yang sudah diterima di kelas perlu dibaca atau dihafal terus-menerus, sehingga dapat dipahami atau dimengerti. Dalam arti kata, ilmu pengetahuan tidak akan dimiliki begitu saja tanpa membaca buku. Karena buku tidak ada gunanya tanpa dibaca.
Keenam, mengadakan praktikum di laboratorium. Selain belajar di kelas, pelajar bisa belajar di laboratorium. Dengan belajar di laboratorium, pelajar dapat mempraktikkan berbagai teori. Di laboratorium bisa membuktikan atau menguji kebenaran teori atau rumus. Di samping itu, melalui praktikum di laboratorium dapat menentukan rumus atau formula baru mengenai ilmu pengetahuan.
Ketujuh, mengerjakan perkerjaan rumah (PR) atau tugas. Sesuai dengan namanya, yaitu pekerjaan rumah, harus diselesaikan di rumah, jangan sampai mengerjakan PR di sekolah. Melalui PR ini dapat dilihat daya tangkap atau daya serap pelajar pada saat memerhatikan penjelasan dari guru di kelas.
Kedelapan, mengikuti ulangan atau ujian. Puncak dari belajar di sekolah yaitu dengan mengikuti ulangan atau ujian. Hasil ulangan atau ujian merupakan prestasi belajar selama mengikuti kegiatan belajar-mengajar selama satu semester. Satu hal yang harus dihindari pelajar selama ujian, yaitu perbuatan mencontek. Karena nilai hasil nyontek tidak menggambarkan kemampuan belajar yang sebenarnya.
Akhirnya, untuk mencapai prestasi belajar yang baik, pelajar dituntut melakukan berbagai kegiatan belajar. Selama melaksanakan kegiatan belajar tersebut, harus dibarengi dengan sikap rajin, tekun, dan motivasi belajar yang tinggi. Oleh karena itu, prestasi belajar dapat dicapai dengan perjuangan yang tidak mengenal lelah dan putus asa. Sesuai dengan ungkapan, “Tidak ada sesuatu yang dapat dicapai tanpa kerja keras.”***

Editor: ariex leo boy's